Saat gw nulis artikel ini, gw sedang duduk menikmati sore di fudkort Plangi. Biasa lah, nunggu suami selesai kerja. Gw sendiri, setelah miting sambil lunch di Sushi Groove (dilarang proteeees, hihihi), langsung kemari. Abis tanggung sih balik ke kantor. Mana abis ujan, jalanan macet dimana2.
Mungkin gara2 ujan di luar, suasana dingin2, dan abis blog walking ke tetangga, gw jadi kepikiran 1 hal... yaitu tentang kebahagiaan. Lebih spesifik lagi lalu gw bertanya dalam hati, apakah gw bahagia?
Bagi teman2 yg biasa membaca cerita2 gw melalui blog ini, pasti langsung berkesimpulan bahwa gw bahagia. Bagi teman2 yg gak pernah baca blog ini, tapi liat bentuk fisik gw saat ini, juga pasti yakin klo gw bahagia. Soalnya klo gak... where the hell those chubby cheeks come from? Hihihihi.
Yah... overall, gw akui, saat ini, gw memang merasa bahagia. Gw punya suami yg amat sangat gw cintai, yg gw tau dia juga amat sangat mencintai gw. Kami saling cocok, saling dukung. Walaupun kadang2 adalah pertengkaran kecil, tapi bukan hal prinsip. Dan gak sampe dalam hitungan jam, kami sudah mesra kembali.
Tidak sebersit pun dalam pikiran gw utk berpaling dg yg lain. Mengingat2 mantan? Gak pernah. Tergoda rayuan laki2 lain? Never. Buat gw, tidak ada yg lebih sempurna dari seorang laki2 kecuali suami gw sendiri. Sejelek apa pun dia bagi orang lain, tetep nomor 1 buat diri gw. Gw harap, dia pun menilai gw demikian sebagai istrinya :)
Hubungan gw dg orangtua selalu baik. Dari dulu gw dilahirkan hingga gw menikah sekarang, gw masih dapat dg jelas merasakan kasih sayang mereka yg tidak pernah putus. Senakal apa pun gw, mereka tetap memberi maaf. Sejatuh apa pun gw, mereka akan selalu menopang dan membangkitkan semangat gw kembali. Mereka selalu ada di saat gw senang atau pun susah.
Begitu pula sebaliknya, gw amat sangat sayang dan cinta pada mereka. Sebagai seorang anak, gak ada yg akan lebih membahagiakan gw jika melihat orangtua sendiri bahagia. Makanya, gw bersyukur, di masa tua mereka saat ini, mereka bisa menikmati jerih payah mereka. Dan gw sebagai anak, sudah saatnya giliran gw menjaga mereka :)
Gw juga bersyukur karena ternyata hubungan suami dg orangtua gw pun amat sangat baik. Orangtua gw mencintai suami gw seperti anak sendiri. Suami gw pun menganggap orangtua gw sebagai ganti orangtuanya yg jauh. Kadang gw iri, karena sebagai anak tunggal terbiasa jadi nomor 1, sekarang punya "saingan", yaitu suami. Hehehehe. Tapi melihat keharmonisan hubungan orangtua-menantu, membuat gw menepis rasa iri. Gw bahagia krn mereka bisa akur. Dan lebih bahagia lagi, karena mereka menyayangi gw, hingga dalam banyak hal, mereka tetap menempatkan gw sebagai prioritas utama. Ah... senangnya dicintai 3 orang sekaligus ;)
Hubungan gw dg mertua juga manis. Tiap minggu gak lupa menghubungi mereka. Walaupun hanya melalui telpon, gw tau bahwa ketika mami-papi bilang kangen, berarti mereka benar2 kangen. Belum lagi perhatiannya dg mengingatkan gw agar gak boleh capek. Dan gw tau mereka amat mendambakan cucu, tapi tidak pernah memaksa karena menjaga perasaan gw. Ah mami-papi, gw jadi pengen cepet2 ke Jogja nih, merasakan pelukan hangat mereka :)
Secara materi, gw juga merasa bersyukur. Walaupun gw dan suami bukan orang kaya, tapi kami tidak perlu merasa khawatir harus makan apa hari ini atau besok atau lusa. Kami punya penghasilan dan pekerjaan yg cukup mapan. Kami juga tidak takut kelaparan karena masing2 kami punya semangat kerja tinggi. Buat gw, tidak perlu takut miskin walau gak punya uang. Tapi boleh khawatir kelaparan, jika kita sudah kehilangan semangat. Karena tanpa semangat, kita pun tidak bisa menghasilkan uang.
Itulah... kesimpulannya, untuk menjawab pertanyaan "Am I Really Happy?", maka akan gw jawab: YES!
Tapi... seandainya blog ini diciptakan... hmmm... let's say 10 years ago... mungkin kalian tidak akan melihat gw yg bahagia seperti sekarang ini. Mungkin kalian akan lebih menemukan tulisan2 berisi cucuran air mata, betapa gw telah disakiti. Betapa gw telah disia2kan.
Saat-saat itu, gw merasakan kelamnya dunia. Sebenernya bukan kelam benar2 terpuruk. Gw hanya merasa tidak pernah beruntung dalam hal... cinta. Tapi, bukankah cinta yg membuat seseorang merasa hidup? Maka jika kehilangan cinta, orang itu pun telah kehilangan semangat hidup, bukan?
Itulah yg sesungguhnya terjadi pada diri gw.
Sejak pertama kali gw mengenal yg namanya laki2, jatuh cinta, lalu pacaran... gw tidak pernah merasa beruntung. Karena gw selalu patah hati.
Awalnya, gw merasa itu hanyalah romantika remaja. Pacaran gak usah serius2, nikmati aja dikejar2 cowok, kencan romantis, putus, ganti lagi, dst. Tapi lama-kelamaan hal tersebut berulang2 terjadi, bikin gw jadi mikir, apakah gw yg salah? Apakah gw tidak boleh dianugerahi cinta? Apakah gw tidak pantas dipertahankan oleh siapa pun?
Kenapa gw liat temen2 yg lain kok mulus2 aja? Beberapa kali pacaran, trus cocok, trus merit. Lha gw, uda gak cukup deh jari tangan-kaki ini dipake buat ngitung berapa cowok yg sempat singgah di hati tapi trus pergi...
Dari yg paling menyakitkan, yaitu diputusin lewat telpon, dicampakkan karena lebih memilih mantan kekasihnya, ditinggal karena lebih memilih keluarga, suku, agama... semuanya pernah gw alami. Sampai yg akhirnya gw sendiri capek dan gantian mempermainkan laki2, itu juga pernah gw alamin. Klo makanan, rasanya gado-gado deh kehidupan percintaan gw saat itu.
Gak keitung berapa banyak air mata yg gw keluarkan. Gak terkira betapa irinya gw melihat teman2 yg gak harus mengalami luka di hati berkali2 seperti gw. Gak bisa dipungkiri betapa seringnya gw memalingkan muka melihat banyak pasangan bergandengan tangan di mall2, sementara gw berjalan sendiri.
Seringkali, setiap kali gw sendiri di kamar, gw merenung... kenapa gw selalu gagal dalam bercinta? Dan setelah itu... gw menangis.
Hanya orangtua gw yg selalu ada dan menemani gw di saat gw sedih. Itu pun, gw gak mau terlalu sering menampakkan kesedihan hati. Karena gw sangat mencintai mereka, gw gak mau mereka khawatir. Walaupun gw sendiri juga cemas, sampai kapan mereka bisa menjaga gw?
Sampai akhirnya, gw bangkit. Gw pikir, daripada gw jadi wanita cengeng yg menghiba2 cinta, lebih baik gw memikirkan hal lain yg lebih positif dan menunjang masa depan. Apalagi klo bukan karir. Sejak itu, gw mencoba menata karir dg lebih baik. Gw memikirkan langkah2 strategis yg menunjang karir gw. Dan gw bertekad, apa pun yg terjadi nanti, karir adalah pegangan hidup gw. Dengan atau tanpa laki2, gw harus mandiri. Dan yg membuat gw mandiri adalah jika gw punya karir, punya penghasilan sendiri.
Kebulatan tekad itu membentuk gw menjadi pribadi dg karakter yg keras. Gw bahkan terlalu mandiri, hingga terbiasa melakukan apa pun tanpa bantuan siapa2. Sifat itu terbawa2 sampai sekarang. Jadi, jangankan cuma anter jemput, pergi ke dokter kandungan pun gw bisa lakonin sendiri. Buat gw, selama masih ada kaki tangan otak, klo bisa sendiri, ya lakukan lah sendiri. Walaupun wanita, gak boleh manja.
Tapi kekerasan tadi lambat laun berubah. Cinta dan ketulusan suami gw yg sekarang telah membuat gw menjadi wanita yg lebih lembut, namun tidak juga jadi cengeng, bahkan jauh lebih optimis dan tegar. Mandiri, tapi bukan berarti mengecilkan peran suami. Intinya, kami saling mengisi
Meskipun demikian, perjalanan cinta gw dan suami juga tidak selalu mulus. Apalagi, usia perkenalan hingga kami menikah terbilang masih muda. Kami berdua pun mengalami berbagai cobaan. Dan bukan berarti setelah menikah, semua masalah sirna. Justru tambah berdatangan.
Tapi gw tetap bahagia.
Kenapa?
Karena gw selalu ingat kesedihan gw dulu, lalu ketika gw bandingkan dg sekarang... gw jadi amat sangat sangat bersyukur, karena keadaan sekarang jauh lebih baik. Gw anggep aja masalah yg sekarang adalah bumbu2 penyedap, yg justru makin merekatkan hubungan kami sebagai suami-istri. Bagaikan sebuah team, baru akan menjadi solid dan tangguh jika telah lulus menghadapi berbagai ujian.
Hhhh... omongan aneh di sore hari...
Yah... mungkin gw cuma pengen bilang... buat yg saat ini belum merasa beruntung dalam cinta, percaya lah dan selalu tetap optimis, bahwa ada saatnya kebahagian itu akhirnya akan datang pada kalian. Jangan pernah berhenti berharap.
Dan ketika kebahagiaan itu datang, kadang godaan masa lalu atau masa kini tiba2 hinggap. Dibuatnya kita menjadi silau, padahal sesungguhnya semua godaan itu adalah semu.
Jika itu terjadi, ingat kembali masa2 sulit dulu. Kebahagiaan tidaklah mudah diraih. Perlu perjuangan. Lalu ketika kita sudah mendapatkannya, apakah dengan mudah kita melepaskannya?
* to anyone who is thinking that I'm not happy with I have now *
Mungkin gara2 ujan di luar, suasana dingin2, dan abis blog walking ke tetangga, gw jadi kepikiran 1 hal... yaitu tentang kebahagiaan. Lebih spesifik lagi lalu gw bertanya dalam hati, apakah gw bahagia?
Bagi teman2 yg biasa membaca cerita2 gw melalui blog ini, pasti langsung berkesimpulan bahwa gw bahagia. Bagi teman2 yg gak pernah baca blog ini, tapi liat bentuk fisik gw saat ini, juga pasti yakin klo gw bahagia. Soalnya klo gak... where the hell those chubby cheeks come from? Hihihihi.
Yah... overall, gw akui, saat ini, gw memang merasa bahagia. Gw punya suami yg amat sangat gw cintai, yg gw tau dia juga amat sangat mencintai gw. Kami saling cocok, saling dukung. Walaupun kadang2 adalah pertengkaran kecil, tapi bukan hal prinsip. Dan gak sampe dalam hitungan jam, kami sudah mesra kembali.
Tidak sebersit pun dalam pikiran gw utk berpaling dg yg lain. Mengingat2 mantan? Gak pernah. Tergoda rayuan laki2 lain? Never. Buat gw, tidak ada yg lebih sempurna dari seorang laki2 kecuali suami gw sendiri. Sejelek apa pun dia bagi orang lain, tetep nomor 1 buat diri gw. Gw harap, dia pun menilai gw demikian sebagai istrinya :)
Hubungan gw dg orangtua selalu baik. Dari dulu gw dilahirkan hingga gw menikah sekarang, gw masih dapat dg jelas merasakan kasih sayang mereka yg tidak pernah putus. Senakal apa pun gw, mereka tetap memberi maaf. Sejatuh apa pun gw, mereka akan selalu menopang dan membangkitkan semangat gw kembali. Mereka selalu ada di saat gw senang atau pun susah.
Begitu pula sebaliknya, gw amat sangat sayang dan cinta pada mereka. Sebagai seorang anak, gak ada yg akan lebih membahagiakan gw jika melihat orangtua sendiri bahagia. Makanya, gw bersyukur, di masa tua mereka saat ini, mereka bisa menikmati jerih payah mereka. Dan gw sebagai anak, sudah saatnya giliran gw menjaga mereka :)
Gw juga bersyukur karena ternyata hubungan suami dg orangtua gw pun amat sangat baik. Orangtua gw mencintai suami gw seperti anak sendiri. Suami gw pun menganggap orangtua gw sebagai ganti orangtuanya yg jauh. Kadang gw iri, karena sebagai anak tunggal terbiasa jadi nomor 1, sekarang punya "saingan", yaitu suami. Hehehehe. Tapi melihat keharmonisan hubungan orangtua-menantu, membuat gw menepis rasa iri. Gw bahagia krn mereka bisa akur. Dan lebih bahagia lagi, karena mereka menyayangi gw, hingga dalam banyak hal, mereka tetap menempatkan gw sebagai prioritas utama. Ah... senangnya dicintai 3 orang sekaligus ;)
Hubungan gw dg mertua juga manis. Tiap minggu gak lupa menghubungi mereka. Walaupun hanya melalui telpon, gw tau bahwa ketika mami-papi bilang kangen, berarti mereka benar2 kangen. Belum lagi perhatiannya dg mengingatkan gw agar gak boleh capek. Dan gw tau mereka amat mendambakan cucu, tapi tidak pernah memaksa karena menjaga perasaan gw. Ah mami-papi, gw jadi pengen cepet2 ke Jogja nih, merasakan pelukan hangat mereka :)
Secara materi, gw juga merasa bersyukur. Walaupun gw dan suami bukan orang kaya, tapi kami tidak perlu merasa khawatir harus makan apa hari ini atau besok atau lusa. Kami punya penghasilan dan pekerjaan yg cukup mapan. Kami juga tidak takut kelaparan karena masing2 kami punya semangat kerja tinggi. Buat gw, tidak perlu takut miskin walau gak punya uang. Tapi boleh khawatir kelaparan, jika kita sudah kehilangan semangat. Karena tanpa semangat, kita pun tidak bisa menghasilkan uang.
Itulah... kesimpulannya, untuk menjawab pertanyaan "Am I Really Happy?", maka akan gw jawab: YES!
Tapi... seandainya blog ini diciptakan... hmmm... let's say 10 years ago... mungkin kalian tidak akan melihat gw yg bahagia seperti sekarang ini. Mungkin kalian akan lebih menemukan tulisan2 berisi cucuran air mata, betapa gw telah disakiti. Betapa gw telah disia2kan.
Saat-saat itu, gw merasakan kelamnya dunia. Sebenernya bukan kelam benar2 terpuruk. Gw hanya merasa tidak pernah beruntung dalam hal... cinta. Tapi, bukankah cinta yg membuat seseorang merasa hidup? Maka jika kehilangan cinta, orang itu pun telah kehilangan semangat hidup, bukan?
Itulah yg sesungguhnya terjadi pada diri gw.
Sejak pertama kali gw mengenal yg namanya laki2, jatuh cinta, lalu pacaran... gw tidak pernah merasa beruntung. Karena gw selalu patah hati.
Awalnya, gw merasa itu hanyalah romantika remaja. Pacaran gak usah serius2, nikmati aja dikejar2 cowok, kencan romantis, putus, ganti lagi, dst. Tapi lama-kelamaan hal tersebut berulang2 terjadi, bikin gw jadi mikir, apakah gw yg salah? Apakah gw tidak boleh dianugerahi cinta? Apakah gw tidak pantas dipertahankan oleh siapa pun?
Kenapa gw liat temen2 yg lain kok mulus2 aja? Beberapa kali pacaran, trus cocok, trus merit. Lha gw, uda gak cukup deh jari tangan-kaki ini dipake buat ngitung berapa cowok yg sempat singgah di hati tapi trus pergi...
Dari yg paling menyakitkan, yaitu diputusin lewat telpon, dicampakkan karena lebih memilih mantan kekasihnya, ditinggal karena lebih memilih keluarga, suku, agama... semuanya pernah gw alami. Sampai yg akhirnya gw sendiri capek dan gantian mempermainkan laki2, itu juga pernah gw alamin. Klo makanan, rasanya gado-gado deh kehidupan percintaan gw saat itu.
Gak keitung berapa banyak air mata yg gw keluarkan. Gak terkira betapa irinya gw melihat teman2 yg gak harus mengalami luka di hati berkali2 seperti gw. Gak bisa dipungkiri betapa seringnya gw memalingkan muka melihat banyak pasangan bergandengan tangan di mall2, sementara gw berjalan sendiri.
Seringkali, setiap kali gw sendiri di kamar, gw merenung... kenapa gw selalu gagal dalam bercinta? Dan setelah itu... gw menangis.
Hanya orangtua gw yg selalu ada dan menemani gw di saat gw sedih. Itu pun, gw gak mau terlalu sering menampakkan kesedihan hati. Karena gw sangat mencintai mereka, gw gak mau mereka khawatir. Walaupun gw sendiri juga cemas, sampai kapan mereka bisa menjaga gw?
Sampai akhirnya, gw bangkit. Gw pikir, daripada gw jadi wanita cengeng yg menghiba2 cinta, lebih baik gw memikirkan hal lain yg lebih positif dan menunjang masa depan. Apalagi klo bukan karir. Sejak itu, gw mencoba menata karir dg lebih baik. Gw memikirkan langkah2 strategis yg menunjang karir gw. Dan gw bertekad, apa pun yg terjadi nanti, karir adalah pegangan hidup gw. Dengan atau tanpa laki2, gw harus mandiri. Dan yg membuat gw mandiri adalah jika gw punya karir, punya penghasilan sendiri.
Kebulatan tekad itu membentuk gw menjadi pribadi dg karakter yg keras. Gw bahkan terlalu mandiri, hingga terbiasa melakukan apa pun tanpa bantuan siapa2. Sifat itu terbawa2 sampai sekarang. Jadi, jangankan cuma anter jemput, pergi ke dokter kandungan pun gw bisa lakonin sendiri. Buat gw, selama masih ada kaki tangan otak, klo bisa sendiri, ya lakukan lah sendiri. Walaupun wanita, gak boleh manja.
Tapi kekerasan tadi lambat laun berubah. Cinta dan ketulusan suami gw yg sekarang telah membuat gw menjadi wanita yg lebih lembut, namun tidak juga jadi cengeng, bahkan jauh lebih optimis dan tegar. Mandiri, tapi bukan berarti mengecilkan peran suami. Intinya, kami saling mengisi
Meskipun demikian, perjalanan cinta gw dan suami juga tidak selalu mulus. Apalagi, usia perkenalan hingga kami menikah terbilang masih muda. Kami berdua pun mengalami berbagai cobaan. Dan bukan berarti setelah menikah, semua masalah sirna. Justru tambah berdatangan.
Tapi gw tetap bahagia.
Kenapa?
Karena gw selalu ingat kesedihan gw dulu, lalu ketika gw bandingkan dg sekarang... gw jadi amat sangat sangat bersyukur, karena keadaan sekarang jauh lebih baik. Gw anggep aja masalah yg sekarang adalah bumbu2 penyedap, yg justru makin merekatkan hubungan kami sebagai suami-istri. Bagaikan sebuah team, baru akan menjadi solid dan tangguh jika telah lulus menghadapi berbagai ujian.
Hhhh... omongan aneh di sore hari...
Yah... mungkin gw cuma pengen bilang... buat yg saat ini belum merasa beruntung dalam cinta, percaya lah dan selalu tetap optimis, bahwa ada saatnya kebahagian itu akhirnya akan datang pada kalian. Jangan pernah berhenti berharap.
Dan ketika kebahagiaan itu datang, kadang godaan masa lalu atau masa kini tiba2 hinggap. Dibuatnya kita menjadi silau, padahal sesungguhnya semua godaan itu adalah semu.
Jika itu terjadi, ingat kembali masa2 sulit dulu. Kebahagiaan tidaklah mudah diraih. Perlu perjuangan. Lalu ketika kita sudah mendapatkannya, apakah dengan mudah kita melepaskannya?
* to anyone who is thinking that I'm not happy with I have now *
8 comments:
You're happy when you're not sad :)
life's up and down ya tante.. moga moga ke depannya tambah up yakkkk :D
sus, postingannya bagus..
untuk meng-inspire baik orang yang lagi down untuk selalu bersyukur akan kehidupan cinta,karir,de el el.
dan untuk yang up(feel happy), untuk teutep berusaha lebih baik..
Tp terutama untuk yang lagi down, smoga bisa memetik hikmah dari postingan lo ini.. ^^
@anung: atau bisa juga dibilang: u know hapiness after u feel sadness. hehehe. sama2, semoga anung juga bahagia :)
@willy: makasih, wil. postingan ini emang sengaja gw tujukan pada teman yg lagi merasa sedih. gw tau, harusnya dia bahagia. cuma kadang kita kan suka down ya... namanya juga manusia :). semoga lewat tulisan ini, dia bisa semangat lagi :)
di balik kesulitan, ada kemudahan..habis hujan, suka ada pelangi ...
mudah2an hidupmu seindah pelangi..
-passive reader-
..bahwa ada saatnya kebahagian itu akhirnya akan datang pada kalian. Jangan pernah berhenti berharap.
agreee..n AMIN
Walopun melo, tetep hepi :D
Baca postingan jadi melo-- hehehe...
Jangan perna berhenti bersyukur.. ^^
@iffah: tambahin juga ah... tak selamanya mendung itu kelabu... tak selamanya mendung berarti hujan... ;)
@tata: yaaah, kok jadi melow? kan maksut gw abis baca ini, gak melow lagi, ta :)
Oh maksudnya melo min min ci, alias : "melo--" ato "--melo"
Gini deh, sok IT jadi menimbulkan kebingungan huahuahua...
@tata: bener, ta... gw pusing deh sama melo min min lu itu. hihihihi.
Post a Comment